BAGIAN – 1
SETIAP ANAK ITU UNIK
Dalam artikel ini, Saya akan berbagi sebuah pemikiran
tentang bagaimana cara membangun sebuah paradigma dalam pendidikan. Seiring
berjalannya waktu pendidikan di Indonesia terus mengalami perubahan dan penyesuaian. Hal ini dimaksudkan agar penyelenggaraan pendidikan dapat terlaksana dengan ideal. Namun, perlu diingat bahwa tujuan
pendidikan hanyalah satu, sesuai dengan cita-cita atau tujuan bangsa yang
diamanatkan dalam konstitusi UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.Titik.
Pendidikan tidak main-main dalam menghasilkan produk insan
yang bermutu. Tidak sedikit prestasi yang telah ditorehkan oleh anak bangsa di
berbagai disiplin ilmu dan tingkat area tertentu. Tetapi, tidak sedikit pula
sebagian dari mereka keluar jalur dengan hasil yang diluar yang diharapkan,
sering kita judge dengan istilah
kenakalan remaja seperti pudarnya nilai dan norma, seks bebas, penyalahgunaan
narkoba dan lain sebagainya.
Untuk itu perlu suatu “pembangunan” paradigma, bukan hanya
sekedar “perubahan” paradigma, karena didalam pembangunan tersebut akan muncul
suatu perubahan. Perubahan tidak bias terjadi secara instan, melainkan
membutuhkan suatu proses yang panjang dengan konsep yang mapan serta pelaksana
yang professional.
Untuk bagian pertama,
Saya mengambil tema “Setiap Anak itu Unik”. Analogika ini saya rasa cocok untuk
dijadikan sebuah fondasi awal dari pembangunan paradigma pendidikan. Setiap
anak itu unik. Berbagai macam karakter yang berbeda dimiliki oleh anak satu
dengan anak yang lain, kembar sekalipun.
Perlu untuk diketahui kita sebagai pendidik itu harus
menungkapkan sesuatu dengan memposisikan diri sebagai anak. Karena kita pernah
menjadi mereka, dan mereka belum pernah menjadi kita. Kita tidak bias
memaksakan diri mereka dengan apa yang ada di pikiran kita. Karena jelas,
mereka tidak akan pernah memahami apa yang kitan inginkan.
Dalam pendidikan era global ini, dasar fondasi pembangunan
paradigma yang menurut saya salah adalah menyajikan pertanyaan “Mereka mau jadi
apa kelak?”, Saya teringat dimasa kecil dahulu saya sering ditanya oleh orang
yang lebih dewasa dari saya, “Kamu kalau besar nanti mau jadi apa Nak? “.
Aku ingin jadi Apa? |
Tentu saya akan berpikir sejenak membayangkan sesuatu
tentang profesi orang dewasa. Spontan saya menjawab, “Aku ingin menjadi Dokter,
atau insinyur, presiden, pengusaha sukses”, atau karena saya sedikit pandai
merangkai kata-kata, saya akan menjawabnya dengan “Saya ingin menjadi orang
yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama”.
Pertanyaan naluriah seperti ini mungkin menurut kita benar,
karena kita menganggap seolah-olah mereka sudah memiliki daya imajinasi positif
dan punya perspektif kedepan. Tetapi sekali lagi, itu adalah hanya dalam
PEMIKIRAN KITA, bukan MEREKA. SEJATINYA mereka belum memiliki pemikiran apa-apa
tentang hal itu, yang diucapkan adalah sebatas yang dia lihat.
Marilah kita resapi penggalan Puisi dari Kahli Gibran
berikut.
“… mereka terlahir karena engkau tapi bukan darimu, … pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu, karena mereka memiliki pikiran sendiri.”
“… mereka terlahir karena engkau tapi bukan darimu, … pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu, karena mereka memiliki pikiran sendiri.”
Jadi marilah kita mulai bangun pendidikan dengan “konsep diri” yaitu prinsip “saling belajar mengkondisikan diri”,
baik kita sebagai pendidik dan si anak sebagai siswa, kita mulai dari belajar mengamati,
belajar menganalisa, belajar mempersiapkan,
belajar mensugesti, dan belajar mengarahkan anak dan terakhir kita biarkan
mereka memposisikan dirinya sendiri melalui proses pengawasan dan evaluasi. Konsep
diri ini akan melahirkan insane-insan yang PEKA dimana sekarang ini tanpa kita
sadari rasa tersebut mulai memudar. Kepekaan inilah yang akan membawa anak
menuju suatu kebaikan bagi dirinya sendiri, orang terdekat, masyarakat, bangsa,
dan Negara. Penjelasan tentang konsep diri dan Peka silakan baca di artikel
lainnya.
Pribadi yang unik artinya tidak bisa disamakan. Meskipun
sebagai pendidik di suatu ruangan katakanlah kelas, kita tidak bisa
menyampaikan pesan-pesan pendidikan dengan cara berkhotbah atau berceramah.
Kembali lagi anak itu unik, dan mereka tidak bisa memposisikan sebagai kita. Berikanlah
mereka kesempatan mengenali pesan kita dengan caranya sendiri. Kitalah yang
HARUS menjadi mereka, dan mereka HARUS menjadi mereka sendiri.
Keunikan anak meliputi bakat, minat, kemampuan dan
kreatifitas. Semua keunikan ini sebenarnya bisa dikenali dan diukur. Diantaranya
pengukuran kecerdasan. Para pakar psikologi telah
mencetuskan berbagai macam teori tentang pribadi unik, diantaranya adalah teori
kecerdasan intelektual (IQ), emosional (EQ), spiritual (SQ). Satu lagi pakar
yang bernama Howard Gardner telah mencetuskan teori kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence) yang menganggap
seseorang memiliki kecerdasan yang lebih dari satu sesuai dengan keunikannya
masing-masing. Penjelasannya mengenai teori-teori kecerdasan bisa disimak
disini.
ARTIKEL TERKAIT
BAGIAN II - BELAJAR ITU MENYENANGKAN BUKAN MENEGANGKAN
ARTIKEL TERKAIT
BAGIAN II - BELAJAR ITU MENYENANGKAN BUKAN MENEGANGKAN
Post a Comment